Kelak Jika Kamu Jatuh Cinta

Kelak jika kamu jatuh cinta, cintai ia dengan sederhana.

Sesederhana kamu ingin bersamanya,

Sesederhana kamu ingin menyentuhnya,

Sesederhana kamu ingin mendengarnya.

Karena kamu tahu?

Cinta yang sederhana adalah cinta yang paling nyaman.

 

Kelak jika kamu jatuh cinta, hargai ia dengan segala perbedaanya,

sayangi ia dengan segala kelemahannya,

terima bagaimana jati dirinya.

Karena kamu tahu?

Penerimaan adalah wujud kasih sayang yang paling dalam.

 

Kelak, jika suatu saat, kamu jatuh dengan cinta.

Percayalah bahwa rasa sayang itu ada,

Terimalah bahwa ia dan kamu tidak sempurna,

Karena Tuhan..

Tlah menciptakan kalian untuk bersama

 

Celoteh Perihal Manusia dan Perasaannya

 

Untuk Kamu, Kamu, dan kamu.

Surat ini sengaja saya tujukan untuk beberapa orang dari kamu, tapi bukan kalian. Jadi mari sepakati kata ganti orang kedua sebagai kamu.

Hari ini saya disapa oleh teman lama. Walaupun satu pergaulan, namun kami hampir tidak pernah saling berbicara—atau saya yang lupa. Pokoknya saya sama sekali tidak ingat mengenai dirinya bahkan wajahnya pun samar. Ia menyapa lewat chat personal di Line. Pesannya cukup singkat, seperti, Fitri apa kabar? Saya cukup terkejut dan tertegun agak lama. Lalu potongan-potongan ingatan mulai muncul ke permukaan.

Singkatnya, saya cukup tahu diri untuk tetap berkomunikasi atas dasar teman lama. Lambat laun akhirnya sebuah masa lalu yang sebelumnya tak pernah saya sangka begitu telak ia ucapkan.

Sekarang, surat ini untuk kamu. Kamu, bagaimana mungkin hatimu yang biasa ramai tersentuh itu pernah menyimpan perasaan begitu lama—dan dalam? Bagaimana kamu bisa berubah untuk orang yang bahkan tak pernah melirikmu—atau mengenalmu barang sedikit?

Aku sudah menjadi orang yang kamu inginkan adalah kalimat paling telak yang pernah saya dengar dari seseorang. Saya tidak terharu. Ataupun senang. Sama sekali tidak. Tapi saya benci. Marah. Muak. Bagaimana bisa kamu berubah untuk orang lain yang bahkan tidak pernah mengenalmu? Bagaimana bisa kamu mengorbankan jati dirimu hanya untuk disukai? Yang terpenting. Kalaupun seandainya saya menerima kamu yang sekarang, bagaimana bisa saya mempercayakan perasaan saya kepada orang yang bahkan tidak bisa menjadi dirinya sendiri?

Dan yang paling menyebalkan adalah, saya merasa sedih. Bagaimana caranya saya bertanggungjawab atas perasaan kamu yang seperti itu? Mungkin Jawabannya adalah tidak bisa. Saya sedih akhirnya saya menjadi orang yang saya benci. Kejam. Tidak berperasaan.

Saya hanya berharap untuk malam-malam setelahnya, kamu berhenti melakukan kebiasaanmu. Berhenti membohongi orang yang menyayangimu setulus hati. Saya benar-benar tidak mengerti, bagaimana bisa kamu menyia-nyiakan wanita seperti itu. Katamu dia baik, katamu dia peduli, katamu dia manis, tapi kenapa? Jadi sudahlah lupakan saja semuanya. Berhenti menyakiti dia dan dirimu sendiri. Lupakan saya. Dan berbahagialah.

Untuk kamu yang berbeda, bisa bantu saya memahami perasaan manusia? Ingin rasanya saya berubah sebentar saja menjadi makhluk luar angkasa untuk sekedar mengamati manusia dari ‘luar’. Mengapa perasaan manusia sungguh sulit diterka. Dan hatinya? Jangan tanya. Mudah sekali dijungkirbalikkan.

Untuk kamu yang berbeda, apa yang kamu lakukan? Mengapa kalian—sepasang kekasih meluangkan waktu untuk berbicara dari hati ke hati pun tak sempat? Apa kalian memang saling menyayangi? Atau hanya saling membutuhkan untuk mengisi slot kosong di hati? Atau hanya untuk saling menemani setelah kesepian menggerogoti?

Untuk kamu yang berbeda. Tolong, berhentilah berdiam diri. Berhentilah mengunci hatimu dan biarkan orang—yang kamu kata kekasih itu masuk dan menetap di sana.

 

Untuk kamu yang berbeda dari kedua kamu sebelumnya. Kamu yang membaca ini. Saya hanya ingin mengatakan untuk berhenti saling menyakiti. Tidakkah hatimu merasa lelah dan butuh sandaran tetap?

Tentang Agustus, Ketidakmengertian, dan Permintaan pada Tuhan

Pernahkah kamu merasa roda semesta berputar terlampau cepat sampai kamu ingin menghentikan waktu, mengambil jeda, hanya untuk sekejap saja tidak dapat merasakan apa-apa? Saya iya. Tak berlebihan jika saya bilang bulan ini—Agustus adalah bulan dengan perputaran roda tercepat di hidup saya. Rasanya baru kemarin saya merasa begitu gembira, seakan dunia hanya berisi vanilla dan jus mangga. Seolah selokan luber pun harumnya seperti wangi buku-buku baru. Pokoknya saya gila kegirangan. Tak genap tigapuluh hari sebelumnya saya merasa menjadi wanita paling bahagia di seluruh alam. Saya punya semuanya. Sebut saja hal-hal yang dapat membuatmu bahagia, saya punya itu. Tapi lihatlah sekarang…

Bukan hanya itu. Persekongkolan semesta pun mulai menyebalkan. Saya tidak pernah mengerti bagaimana semesta mengatur kebetulan-kebetulan acak menjadi suatu kejadian yang dapat menjungkirbalikkan hati seseorang—atau beberapa orang. Apakah semesta yang terlampau hebat atau hati manusia yang terlampau mudah untuk diotak-atik?

Iya saya tahu itu ulah siapa. Tuhan. Bukankah Tuhan adalah komedian terbaik sepanjang masa?

Akhir-akhir ini saya merasa suatu ketimpangan di dalam hidup. Bagaimana hal-hal yang membuat bahagia menjadi begitu memuakkan. Kopi. Buku. Saya muak.

Ini lucu juga. Apa barusan saya bilang muak pada buku?

Kamu boleh catat itu. Mungkin untuk kamu gunakan senjata di lain waktu.

Sialnya, saya cukup tahu diri untuk tidak meminta atau mengeluh terlalu banyak. Tapi Tuhan, jika Kau membaca ini—atau mendengar—atau mengetahui—dan saya tahu Kau pasti tahu, saya hanya meminta sedikit saja..

Buatlah hidup saya seperti bianglala di Dufan. Berputar lambat. Ada kalanya begitu menyebalkan berada di bawah, tapi terlupa saat melihat indahnya laut dan perkotaan dari puncak. Biarkan lampu bianglala itu menyala saat sekelilingnya gelap gulita. Biarkan orang-orang menikmati keindahan lampu tanpa mengerti bahwa naik bianglala itu pusing bukan kepalang. Biarkan orang lain tahu keindahannya, tapi sembunyikan rasa mualnya.

Tuhan, satu hal lagi, tolong berikan teman perjalanan agar setidaknya ada yang senantiasa menggenggam tanganku selain diriMu saat rasa pusing dan mual kembali datang.

Memanusiakan Manusia Lewat Karya Thomas Harris Red Dragon

Pertama, ingin saya jelaskan terlebih dahulu bahwa tulisan ini bukanlah suatu resensi. Sesuai dengan tag yang telah dibuat, tulisan ini berisi soal impresi saya setelah membaca buku ini. Jadi silahkan ambil cemilan dulu, jangan lupa minuman dinginnya dan selamat menikmati.

 

***

 

Karena pada hakikatnya, manusia tetaplah manusia, sekejam apapun ia

Apa yang akan kalian rasakan jika kalian dihadapkan pada makanan kesukaan yang sudah kalian nantikan sekian lama dan makanan itu tersaji cukup untuk seminggu tanpa perlu membayar sepeser pun? Apakah Ingin rasanya melonjak-lonjak kegirangan? Berteriak sekencangnya? Ingin segera melahap habis tanpa ampun? Kira-kira seperti itulah hal yang saya rasakan ketika menerima buku ini sebagai hadiah kelulusan. Hannibal Series dari Thomas Harris.

Series ini terdiri dari empat buku; Red Dragon, The Silence of The Lambs, Hannibal, dan Hannibal Rising. Walau series ini dijuluki series Hannibal, namun tidak semua buku bercerita soal tokoh fiktif legendaris tersebut. Dan mari kita bahas salah satu bukunya.

Buku pertama adalah Red Dragon. Berkisah mengenai seorang pria bernama Dolarhyde yang memiliki obsesi untuk berubah menjadi sempurna karena mengira dirinya cacat—bibir sumbing. Tekanan dan hinaan dari lingkungan membuat obsesi Dolarhyde semakin menjadi-jadi. Dikisahkan pula bagaimana masa kecil Dolarhyde yang selalu dipaksa menjadi anak yang baik—tidak nakal menjadi cambukan keras bagi mental pria bergigi sumbing tersebut.

Hingga pada suatu hari Dolarhyde berkunjung ke museum dan menemukan sebuah lukisan yang akan membuat hidupnya berubah. Lukisan Naga Merah. Dolarhyde menganggap Naga merah sebagai sosok yang dapat mengangkat derajatnya. Mampu  membuat dirinya mengalami fase kempompong untuk berubah menjadi kupu-kupu yang cantik setelah sekian lama hidup sebagai ulat buruk rupa.

Semenjak saat itu Dolarhyde memuja Naga Merah hingga si Naga Merah menjadi bagian dari hidupnya—dirinya. Kepribadian Keduanya. Demi beganti dari ulat buruk rupa menjadi kupu-kupu yang cantik, Dolarhyde harus membunuh kepribadiannya sendiri dan menggantinya dengan Naga Merah. Cerdik. Sempurna. Kejam. Pengorbanan. Adalah empat hal yang dapat membuat Naga Merah tetap hidup. Hingga dimulailah perburuan  korban Red Dragon.

Buku ini memunculkan tokoh-tokoh yang akan menjadi dasar perwatakan dari series-series setelahnya. Mr.Crawford dan Will Graham akan selalu disebut-sebut di tiga buku selanjutnya. Untuk buku permulaan, Red Dragon cukup menimbulkan bekas yang cukup berkesan. Saya sangat menyukai Harris saat memanusiakan tokohnya. Membuat saya membuka pikiran lagi, selalu ada sisi lemah dari sebuah ‘kejahatan’. Dan saat sisi lemah itu dijadikan fondasi untuk sebuah misi yang kuat, maka hal sangatlah berbahaya.

Saya jadi teringat salah satu kutipan dari sebuah film;

Jika kamu ingin menghancurkan musuhmu, pahamilah ia, cari sisi lemahnya. Dan saat kamu sudah memahaminya, kamu juga menyayanginya. –Enders Game

Seperti itulah yang saya rasakan ketika membaca buku-buku semacam ini. Semakin kita berusaha memahami sisi jahat seseorang semakin ingin kita memeluk orang tersebut sampai kita lupa bahwa ia jahat.

Jadi, bukankah genre buku seperti ini adalah yang terbaik?

 

Keterangan Buku:

Judul                    : Red Dragon

Penulis                : Thomas Harris

Penerbit              : Gramedia Pustaka Utama

Alih Bahasa        : B. Sendra Tanuwidjaya

Tebal Halaman   : 520 hal

Harga                    : Rp 125.000 (Bookpack—isi 4 buku)

Tempat Beli        : Blok M Plaza (Buku baru)

Rating                   : 3.5/5

 

[Repost] Teruntukmu Dua Tahun Lalu

Untuk kamu, dua tahun lalu.

Selamat malam untuk kamu, masih ingat aku kah? Kurasa tidak, karena jika diingat kamu menjumpai banyak generasi. Sudah berapa generasi ya semenjak acara itu pertama kali dilaksanakan—2004? Wow, sudah satu dekade! Sebelumnya, apa kamu tahu pencetus acara yang mempertemukan kita telah wafat? Iya, Bapak Taufik Kemas. Orang yang mempunyai ide untuk menyosialisasikan dasar negara dan hukum negara kita.

Baiklah, lebih baik aku mengingatkanmu. Aku salah satu dari peserta acara itu, angkatan tahun 2012. Aku menempati kamar nomor 36, jika itu bisa disebut kamar karena bagiku itu seperti rumah. Apa kamu tahu jika rumah yang aku—kami tempati sedikit aneh? Ada satu ruangan kecil di sudut dapur yang tak terlalu terawat, dan coba tebak apa yang ada di dalamnya, Keranda! Iya benar keranda, yang biasa kita lihat saat ada orang di kampung yang meninggal. Satu lagi, rumah yang kami tempati mempunyai dua kamar yang masing-masing memiliki kamar mandi sendiri, satu ruangan tengah untuk berkumpul, satu dapur yang hanya bisa digunakan untuk memasak mie dan mencuci piring—ada satu kulkas juga di dalamnya, dan satu ruangan kecil yang sudah kuberitahu tadi. Kami membagi rombongan menjadi dua hingga satu kamar diisi lima orang, kami wanita semua, btw. Dan kamu tahu, ruangan yang aku tempati ternyata’dijaga’ ya, jika aku bisa menyebutnya kuntilanak mungkin.

Tapi selepas dari letak rumah itu, ada halaman belakang yang langsung menghadapmu. Hari pertama aku menjejaki pasir di situ adalah hari dimana kita saling bersetubuh dengan khusyu. Kamu menyibak rokku hingga sedengkul dan membuat baju tebal yang kupakai menjiplak bentuk badanku yang tak bisa disebut gemuk. Hari-hari berikutnya, aku hanya sempat mengunjungimu setiap sore sambil membawa buku undang-undang. Saat fajar mengintip, dan membuatmu semakin tampan aku hanya bisa memandangimu dari balik jendera kamar. Aku disibukkan dengan acara itu, walaupun itu tidak sia-sia. Aku—kami juara lho, selisih lima poin dengan sekolah yang dijagokan. Padahal tak genap seperempat bulan aku di situ, tapi kenapa kamu begitu merindukan ya?

Kamu tahu apa yang membuatku sangat merindukam cumbuan-cumbuan kita? Jujur, aku suka saat kamu bertingkah genit mengejar kakiku untuk sekedar membasahi, bahkan terkadang kamu tak sungkan menyibak rokku begitu saja. Jika aku bisa bilang, kamu paling tampan saat senja mulai tiba. Siapa sih yang tak menyukai pertanda petang itu? Hanya saja, itu begitu spesial karena berpadu dengan desiranmu yang memukau. Aku juga merindukan pengganggu-penggangu kita—jika boleh kusebut begitu. Ingat kedua tukang degan yang sering menawariku saat kita sedang bermesraan? Iya, aku juga rindu mereka. Logat sundanya yang kental dan senyumnya yang merekah tanpa beban. Aku ingat salah satu dari mereka memakai topi kain lebar, berumur empat puluhan yang kadang bercerita tentang anak-anaknya. Ingat? Tentu saja ingat! Kamu cemburu dan ingin membasahi badannya berkali-kali kan? Haha

Baiklah, bukankah aku pernah berjanji untuk mengunjungimu lagi? Baik, aku memang sering mendatangimu, tapi itu tidak memenuhi janjiku. Aku berjanji akan berlibur atau berbulan madu di sana. Melihat kamu saat fase paling tampan. Ahaha, aku ingat janji itu kok. Doakan aku semoga sehat selalu dan bisa menepati janjiku padamu.

Untukmu, pesisir pantai Anyer, dua tahun lalu.

Salam rindu, salah satu penghuni kamar nomor 36, Eva.

[Repost] Beri Aku Pena

Beri aku pena, maka akan kutulis soal pohon pada gerimis, langit pada bumi, hingga rindu hujan pada bulan.

Beri aku pena, lalu kan kusatukan semesta. Bima pada andromeda, merkuri pada uranus.

Beri aku pena, kan kuvisualkan semua doa. Wanita renta pada anak di bibir pantai. Pria muda pada gadis dengan Al-Quran ditangannya.

Beri aku pena!

Tikus mencicit, padi menguning, dan seorang nenek menadah uang. Mereka semua berhubungan, biar kujelaskan. Beri aku pena.

Ranjang berdecit, ibu merintih, gadis kecil menangis di sudut rumah, lapar. Mereka berhubungan, biar kujelaskan.
beri aku pena.

Tolong, beri aku pena.

Untukmu, Manusia yang Kucintai Hidupnya

Untukmu, manusia yang kusyukuri kelahirannya. Maaf karena aku tidak dapat mencintaimu dengan lebih sederhana. Tidak sesederhana bumi dengan bulannya,  laut dengan pantainya, atau malam dengan dinginnya.

Untukmu, manusia yang kusukai senyumnya. Maaf jika aku tidak sesabar daun yang diterbangkan angin, batu yang dijatuhi hujan, atau dahan yang dihinggapi belalang.

Kamu, manusia yang kurindui kehadirannya. Maaf jika aku tidak bisa mengerti kamu dengan benar. Tidak dapat berkorban dengan pantas. Ataupun peduli dengan wajar.

Dan kamu, manusia yang kucinta,

Maaf karena aku tidak setabah Hestia. Maaf karena aku tidak bisa bertahan terlalu lama.

Untukmu, untuk kita,

Selamat tinggal.

[Repost] Sepeninggal Rindu

Ini soal rindu yang menelisik masuk lewat dahan.

Membuat daunnya bergemerisik memekik.
Helainya bergoyang.
Berhenti bercengkrama, lalu jatuh tertahan.

Kemudian, rindu mengulum diri, membuat beberapa helai lagi tersibak.
Semuanya riuh.
Dahan berguncang, sesuatu hilang.
Beberapa ranting berdecap panik.

Hingga malam bertitah, senyap!

Angin menyelinap, rindu terganti.
Semua sunyi.
Sepoinya menggelitik nikmat dan beberapa helai kembali jatuh, tak bertahan.

Satu, menepi di dahan besar, berharap bukan semut yang menemukan.

Satu, dilempar angin, berharap ia dibawa ke pohon lain.

Satu, tak ada harap. Entah ulat atau sesuatu yang menggeliat. Ia tetap jatuh.

“Selamat datang.” ia disapa kawan. Tubuhnya renta, entah karena tanah atau serangga.

“Rindu meregang, begitu juga diriku.” Masih seorang kawan.

“Rindu terkulum, begitu juga diriku.”

“Setidaknya, rindu membuat kita bertemu.”